Partisipasi Kita dalam Misi di Benua Digital
“Di ruang baru atau ‘benua digital’ ini, Ordo kita dan Gereja, […] telah mengundang kita untuk masuk dalam siklus baru digital ini agar kita merenungkan dan mengenali cara terbaik untuk membuat diri kita hadir dengan cara karismatik sambil membawa identitas Kapusin kita.”[1]
Demikianlah pernyataan yang disampaikan dalam sebuah video yang diunggah dalam kanal YouTube resmi Kuria General Kapusin, pada 10 Mei 2023 yang lalu. Ordo mengundang kita membawa identitas kita sebagai Kapusin dalam sebuah realitas yang disebut dengan “benua digital”[2] yang merujuk kepada internet, khususnya media sosial.
Undangan ini mesti ditanggapi, bukan lagi sekadar sebagai suatu anjuran melainkan suatu kebutuhan, sebab di zaman ini, “lingkungan digital sudah merupakan ciri dunia kontemporer.” Sebagian besar umat manusia telah tenggelam dalam pola rutin kehidupan digital. Masyarakat zaman ini tidak hanya sebatas menggunakan alat komunikasi digital, melainkan hidup dalam budaya yang hampir seluruhnya digital. Lingkungan digital bukan lagi sebuah dunia paralel atau murni virtual, tetapi merupakan bagian kenyataan sehari-hari bagi banyak orang, khususnya orang muda.[3]
Dalam era digital, internet dan media sosial telah menciptakan ruang publik di mana generasi muda berinteraksi dan berbagi informasi, termasuk dalam perkembangan iman. Di banyak tempat, internet dan platform sosial telah menjadi sarana penting untuk menjangkau dan melibatkan generasi muda dalam inisiatif dan kegiatan pastoral.[4]
Kehidupan digital telah menjadi kenyataan yang tidak terhindarkan, termasuk bagi kita sebagai Kapusin. Dalam tulisan ini, penulis ingin berbagi pemikiran tentang peran kita di ranah ini. Semoga ini membantu untuk mengenali cara terbaik untuk hadir secara karismatik di benua digital sambil memproyeksikan identitas Kapusin kita.
Evangelisasi Baru: Urgensi Kehadiran Kita di Benua Digital
Evangelisasi baru ialah tanggapan atas berbagai perubahan yang terjadi di tengah dunia, yang menuntut adaptasi strategi evangelisasi. Evangelisasi baru memang menyentuh hal yang sangat luas. Namun, salah satu yang disoroti ialah tantangan evangelisasi di zaman ini yang erat dengan kehidupan digital. Santo Yohanes Paulus II menyoroti tugas perutusan dewasa ini ialah kepada masyarakat yang sedang berubah, terutama di kota-kota, yang mengalami perubahan gaya hidup dan komunikasi baru.[5]
Beliau juga menyoroti pentingnya memberi perhatian khusus kepada generasi muda, untuk memikirkan cara relevan menyampaikan pesan Kristus kepada mereka, yang merupakan masa depan semua benua. Pendekatan tradisional dalam pelayanan pastoral tidak lagi memadai, sehingga Gereja perlu melibatkan gerakan-gerakan modern dalam upaya evangelisasi. Pendekatan ini sejalan dengan konsep benua digital Paus Benediktus XVI. Gereja perlu serius memerhatikan usaha evangelisasi benua digital.[6]
Sebagai Kapusin, kita pun perlu merespons perubahan zaman ini dengan penuh perhatian, termasuk berkontribusi dalam upaya evangelisasi di dunia digital yang telah menjadi bagian hidup masyarakat. Generasi muda hidup di benua digital, dan kita bertanggung jawab untuk terlibat di sana. Selain untuk evangelisasi, kehadiran kita juga merupakan cara untuk memperkenalkan identitas dan kharisma Ordo, terutama kepada generasi muda. Dalam konteks evangelisasi baru, kehadiran kita juga merupakan respons terhadap perubahan di masyarakat yang dipengaruhi globalisasi. Ini mencakup usaha untuk menghadapi dampak buruk benua digital, ruang di mana berbagai pandangan dan ideologi berseliweran, termasuk yang dapat merusak martabat manusia.
Bermisi di Benua Digital
Gereja menyadari bahwa media komunikasi modern memiliki potensi besar untuk menyebarkan warta Injil dan membuatnya terus hidup dalam hati umat manusia. Alat-alat komunikasi semakin menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, dan karenanya, juga memiliki dampak besar pada cara orang memahami makna hidup itu sendiri. Sebaliknya, Gereja turut menyadari bahwa media-media komunikasi ini juga dapat dipakai untuk hal-hal lain, termasuk menjauhkan warta Injil dari hati manusia.[7]
Potensi besar alat komunikasi modern akan sangat disayangkan jika tidak dimanfaatkan untuk pewartaan Injil. Kita dapat terinspirasi dari Santo Fransiskus yang berkeliling kota dan dengan tekun menyebarkan pesan Injil dengan kata-kata singkat dan sederhana. Hal serupa mesti dilakukan dalam aktivitas kita di benua digital.[8]
Dalam era digital yang semakin maju, internet telah membantu Gereja dalam evangelisasi dan perkembangan iman. Misalnya, sebagai respons terhadap pandemi, Misa online menjadi alternatif vital bagi umat yang tidak dapat menghadiri Perayaan Ekaristi, memungkinkan mereka terhubung dan merasakan kehadiran rohani. Selain itu, platform seperti Zoom dan YouTube digunakan untuk berdoa bersama dalam jarak jauh serta mengadakan berbagai seminar dan rekoleksi seputar Kitab Suci dan ajaran Gereja.
Banyak orang dan organisasi Katolik telah aktif di berbagai platform seperti Instagram dan TikTok, menyediakan konten edukatif dan inspiratif tentang iman Katolik. Selain itu, sejak 2012, Paus Benediktus XVI memulai akun Twitter @pontifex, yang diteruskan Paus Fransiskus, memungkinkan kepemimpinan Gereja berkomunikasi dengan jutaan orang di seluruh dunia, menyebarkan pesan kasih dan damai.
Selain itu, para Fransiskan seperti Kongregasi Missionarii Franciscani Verbi Aeterni (MFVA)[9] serta individu seperti Casey Cole, OFM., dengan kanal YouTube “Breaking In The Habit,” telah menjadi misionaris yang aktif di berbagai media, termasuk media sosial. Semua ini mencerminkan betapa teknologi modern mendukung misi Gereja dan menjaga relevansinya untuk terhubung dengan umat di seluruh dunia.
Pedoman Bagi Kita
Sebelum bermisi di benua digital, kita perlu memperhatikan beberapa hal. Sebagai saudara-saudara dina yang hidup dalam ketaatan, kemiskinan, dan kemurnian, kita harus berhati-hati menggunakan media digital sebagai sarana komunikasi, informasi, dan evangelisasi, agar tidak bertentangan dengan identitas Kapusin kita.
Mauro Jöhri, dalam suratnya tentang Ratio Formationis, menyadari bahwa perubahan sosial dan budaya yang cepat mengubah pemahaman kita akan banyak hal. Kita hidup dalam dunia yang serba cepat, dengan dorongan kepuasan instan, pemikiran relativistik, dan hubungan yang bersifat sementara. Individualisme, konsumerisme, dan kebosanan menjadi bagian dari hidup, dan sedikit demi sedikit mengikis identitas kita. Perubahan ini menuntut kearifan dan keterampilan baru untuk lebih memahami panggilan dan pelayanan kita.[10] Kita harus berusaha memahami dunia modern dengan segala kompleksitasnya agar dapat memberikan kesaksian Kristus secara lebih efektif.
Konstitusi telah memberi pedoman berharga dalam pemanfaatan media komunikasi. Media komunikasi diakui berkontribusi pada pertumbuhan pribadi dan perluasan Kerajaan Allah. Namun, penggunaannya harus bijak dan mawas diri untuk menjaga kesesuaian dengan iman, kesusilaan, dan cara hidup bakti serta menghindari segala bentuk kecanduan, konsumerisme, atau penyalahgunaannya.[11] Seluruh persaudaraan, di bawah arahan gardian, diharapkan mengevaluasi dengan cermat penggunaan alat-alat komunikasi agar tetap sesuai dengan prinsip kemiskinan, kehidupan doa, keheningan, pergaulan antar saudara, serta mendukung kegiatan seluruh persaudaraan.[12] Semua ini sejalan dengan prinsip untuk selalu mempertimbangkan penggunaan tepat akan harta benda, termasuk makanan, pakaian, pemberian, media massa, sarana teknologi, perjalanan, dan aspek-aspek lainnya dalam kehidupan.[13]
Ajaran Sosial Gereja memberikan kriteria dasar untuk menilai sistem informasi: apakah sistem ini membantu meningkatkan kualitas hidup manusia dengan membantu pertumbuhan spiritual, kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan, tanggung jawab sosial, dan kemauan untuk membantu orang lain, terutama yang rentan dan lemah.[14] Hadir di benua digital adalah penting, namun lebih penting hadir di tengah masyarakat. Aktivitas kita di benua digital harus mendukung dan bukan mengganggu kerasulan. Kita perlu menjaga keseimbangan kerasulan disandingkan dengan kehadiran di benua digital.
Penting untuk menciptakan konten yang memiliki nilai, bermanfaat, berkualitas, dan dipersiapkan dengan baik, tidak hanya dari segi isinya tetapi juga dari segi teknis. Bantuan individu yang memahami dunia digital dan media sosial sangat diperlukan untuk dapat berkontribusi efektif dalam mendukung misi kerasulan Gereja di era digital.
Selain itu, penting untuk konsisten dalam mengelola media sosial dalam karya pastoral. Banyak keuskupan, paroki, bahkan komunitas basis memiliki situs web sebagai wadah komunikasi, tetapi seringkali situs web ini kurang dimanfaatkan atau diabaikan. Penggunaan media sosial dalam pelayanan memerlukan komitmen berbasis keterampilan teknis, analisis, kreativitas, etika, dan spiritualitas. Dengan kompetensi ini, penggunaan media sosial dalam karya pastoral menjadi lebih bermanfaat dalam membangun komunikasi sosial yang berkelanjutan dan manusiawi. Kita harus hadir di media sosial, tetapi juga secara aktif, terlibat, dan konsisten menyampaikan pesan-pesan dan nilai-nilai iman. Dengan cara ini, kita dapat memberi dampak positif pada masyarakat digital dan memperkuat ikatan persaudaraan dalam komunitas kita.[15]
Keterlibatan Generasi Muda dan Kaum Awam
Dalam misi di dunia digital, kita perlu melibatkan lebih banyak orang dari luar Ordo, terutama generasi muda yang lebih akrab dengan dunia digital. Salah satu contoh nyata adalah akun Instagram Ordo kita (@capuchinscamp) yang dimulai oleh volunteer. Partisipasi mereka kiranya tidak dibatasi pada karya digital, tetapi juga mencakup seluruh spektrum karya Ordo. Sebagaimana yang diharapkan oleh Santo Yohanes Paulus II, kita harus mendorong generasi muda untuk terlibat aktif, bukan hanya menjadi penonton pasif. Mereka dapat dilibatkan dengan berbagai cara.[16]
Untuk melibatkan generasi muda dan kaum awam, perlu kiranya mengadakan pertemuan-pertemuan dan pelatihan, terutama pedoman tentang konten media sosial dan branding Ordo. Lebih jauh, dapat diadakan pelatihan dan pertemuan para pengelola media sosial di paroki yang kita layani. Pelatihan serupa pernah dibuat oleh Komsos Keuskupan Agung Pontianak.[17] Ini penting, karena sosial media Ordo banyak mengandalkan sumber konten dari paroki-paroki.
Batasan dalam Publikasi dan Privasi
Konstitusi memberikan nasihat kepada seluruh saudara, terutama kepada minister dan gardian, untuk memastikan bahwa peristiwa-peristiwa penting dalam persaudaraan disampaikan melalui saluran yang sesuai.[18] Pedoman ini kiranya juga menjadi pengingat bagi kita untuk bijak dalam publikasi di media sosial.
Tujuan dari publikasi di benua digital adalah komunikasi sosial yang efektif. Kita berupaya menyediakan informasi yang cukup kepada khalayak umum tentang apa yang telah dan tengah kita kerjakan. Publikasi ini diharapkan menginspirasi berbagai pihak: terutama orang muda untuk menanggapi panggilan mereka, kepada umat Allah sebagai transparansi, dan para donatur untuk mendukung karya kita. Penting diingat bahwa benua digital bukanlah tempat pamer diri atau sarana publisitas. Kita harus menghindari praktik ‘panjat sosial,’ yang dalam konteks ini memanfaatkan identitas Kapusin demi popularitas atau kepentingan pribadi. Beberapa topik mungkin memang ranah pribadi, tetapi tetap perlu menjaga privasi dalam berbagi. Kita sebaiknya menghindari perilaku narsis, seperti menampilkan diri secara berlebihan dan terlalu sering.
Kehadiran kita dalam benua digital mencakup tiga elemen penting: perkenalan, perjumpaan, dan kesaksian. Melalui media sosial, kita memperkenalkan identitas dan kharisma Ordo kepada publik, berjumpa dengan umat Allah secara luas, dan memberikan kesaksian di tengah masyarakat digital. Semua ini terarah pada hidup komunitas dan persaudaraan, yang menjadi penggerak karya di tengah umat. Sehingga, kehadiran di benua digital sungguh menjadi pendukung efektif bagi karya dan misi kita.
Penulis ingin menggemakan refleksi Paus Fransiskus tentang perkataan Bapa Serafik Santo Fransiskus, yang mengundang kita untuk menghidupkan kasih yang melampaui batas-batas geografis dan jarak fisik. Ia mengajak kita untuk “mengasihi saudara-saudara kita, bahkan ketika mereka berada jauh dari kita, seolah-olah mereka ada di samping kita.”[19] Dengan bantuan sarana komunikasi modern, kita dapat memberi kesaksian dan kasih tanpa terkendala lagi oleh batasan jarak dan lokasi fisik.
Penutup: Inisiatif Para Saudara
Sebagai penutup, penulis ingin menyoroti inisiatif para saudara kita dalam kehadiran mereka di dunia digital. Mereka telah mengambil langkah-langkah konkret dan menunjukkan bahwa kita dapat memberikan dampak positif dengan kehadiran kita dan menyebarkan pesan kasih Tuhan ke dunia yang semakin terkoneksi secara digital.
Sdr. Pionius Hendi telah membangun kanal YouTube “Renungan Mingguan Kapusin Pontianak” berisi renungan mingguan dari beberapa saudara, termasuk Sdr. Hermanus Mayong. Beliau memiliki pengalaman menarik ketika seorang umat di Paroki Sambas langsung mengenalnya, karena menonton khotbahnya di kanal tersebut.
Sdr. Ignatius Warsito telah aktif membagikan kegiatan kesehariannya melalui TikTok. Kontennya yang unik dan organik telah berhasil menarik banyak umat, tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sumber diskusi. Sementara itu, Sdr. Damian Doraman membagikan renungan dan refleksinya melalui kanal YouTube “Ragi Channel.” Kesaksian mereka yang sederhana, ternyata efektif menjangkau umat.
Para peserta Capuchin’s Camp VII dengan semangat membagikan keceriaan dan sukacita saat mengikuti kegiatan ini. Inisiatif-inisiatif ini efektif menarik perhatian generasi muda, mengundang partisipasi, dan mengenalkan cara hidup Kapusin. Karya musik dan lagu para saudara Kapusin kini dapat diakses melalui internet, memungkinkan pesan-pesan kebaikan dapat diakses oleh lebih banyak orang.
Semua ini menunjukkan kehadiran kita di dunia digital adalah suatu kesempatan untuk berperan aktif menjadi saksi Tuhan dalam masyarakat digital. Semua inisiatif ini adalah bukti konkret bagaimana kita, di era digital ini, dapat menghayati panggilan untuk hidup dalam persaudaraan dan mengikuti jejak Santo Fransiskus secara relevan.
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial. Instruksi Pastoral Aetatis Novae. AAS 84 (1991).
Fransiskus. Seruan Apostolik Pascasinode tentang Orang Muda Christus Vivit. AAS 111 (2019).
Gisotti, Alessandro. 2023. “Benedict XVI and the transmission of the faith in the digital age”. https://www.vaticannews.va/en/vatican-city/news/2023-01/pope-emeritus-benedict-xvi-alessandro-gisotti-faith-digital-age.html. Diakses 19 September 2023.
Jöhri, Mauro. Letter of the General Minister: Towards A Ratio Formationis (2016).
Komisi Kepausan Untuk Keadilan dan Perdamaian. Kompendium Ajaran Sosial Gereja (2004).
Kuria General Saudara Dina Kapusin. Konstitusi Saudara Dina Kapusin (Roma: Kuria General Saudara Dina Kapusin, 2013).
Ufficio Comunicazioni OFMCap. 2023. “Il nostro carisma e la comunicazione Digitale”. Video YouTube. Diunggah 10 Mei 2023. https://www.youtube.com/watch?v=U2bbt932FJk. Diakses 15 September 2023.
Samuel. 2019. “Rapat Perdana Volunteer KOMSOS KAP: Satukan Tekad Jadi Duta Pewarta Gereja yang Beriman, Kreatif & Inovatif”. https://kap.or.id/2019/02/10/rapat-perdana-volunteer-komsos-kap-satukan-tekad-menjadi-duta-pewarta-gereja-yang-beriman-kreatif-inovatif. Diakses 23 September 2023.
Sinode Para Uskup. Dokumen Akhir Sidang Umum Biasa XV. AAS 110 (2018).
Turang, Petrus. “Media Sosial, Ruang Baru bagi Evangelisasi”. https://www.mirifica.net/media-sosial-ruang-baru-bagi-evangelisasi.
Yohanes Paulus II, Ensiklik tentang Amanat Misioner Gereja Redemptoris Missio. AAS 83 (1990).
[1] Ufficio Comunicazioni OFMCap, “Il nostro carisma e la comunicazione Digitale” (10 Mei 2023), https://www.youtube.com/watch?v=U2bbt932FJk.
[2] Istilah “benua digital” dipopulerkan oleh Paus Benediktus XVI. Beliau menggunakannya untuk menyebut media sosial dan menyatakan bahwa seperti halnya benua fisik, benua digital memerlukan komitmen, khususnya kaum awam, untuk menyebarkan Injil di wilayah misi baru ini. [Lih. Alessandro Gisotti, “Benedict XVI and the transmission of the faith in the digital age” (3 Januari 2023), https://www.vaticannews.va/en/vatican-city/news/2023–01/pope-emeritus-benedict-xvi-alessandro-gisotti-faith-digital-age.html.]
[3] Fransiskus, Seruan Apostolik Pascasinode tentang Orang Muda Christus Vivit (25 Maret 2019), no. 86. Dokumen ini selanjutnya disingkat CV dan diikuti nomor; bdk. Sinode Para Uskup, Dokumen Akhir Sidang Umum Biasa XV (27 Oktober 2018), no. 21.
[4] CV, no. 87.
[5] Yohanes Paulus II, Ensiklik tentang Amanat Misioner Gereja Redemptoris Missio (7 Desember 1990), no. 37. Untuk selanjutnya disingkat RM diikuti nomor.
[6] RM, no. 37.
[7] Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial, Instruksi Pastoral Aetatis Novae (2 Februari 1991), no. 4.
[8] Kuria General Saudara Dina Kapusin, Konstitusi Saudara Dina Kapusin (Roma: Kuria General Saudara Dina Kapusin, 2013), no. 150. Untuk selanjutnya disingkat Konstitusi diikuti nomor.
[9] Didirikan pada 1987 oleh Bunda Angelica dari Anunsiasi, seorang mantan biarawati yang juga mendirikan Eternal Word Television Network (EWTN), sebuah jaringan televisi Amerika yang menyajikan program-program bertema Katolik sepanjang hari.
[10] Mauro Jöhri, Letter of the General Minister: Towards A Ratio Formationis (2 Februari 2016), no. 4–5.
[11] Konstitusi, no. 96.
[12] Ibid., no. 96.
[13] Ibid., no. 71.
[14] Komisi Kepausan Untuk Keadilan dan Perdamaian, Kompendium Ajaran Sosial Gereja (2 April 2004), no. 415.
[15] Petrus Turang, “Media Sosial, Ruang Baru bagi Evangelisasi”, https://www.mirifica.net/media-sosial-ruang-baru-bagi-evangelisasi/.
[16] CV, no. 174.
[17] Samuel, “Rapat Perdana Volunteer KOMSOS KAP: Satukan Tekad Jadi Duta Pewarta Gereja yang Beriman, Kreatif & Inovatif” (10 Februari 2019), https://kap.or.id/2019/02/10/rapat-perdana-volunteer-komsos-kap-satukan-tekad-menjadi-duta-pewarta-gereja-yang-beriman-kreatif-inovatif/.
[18] Konstitusi, no. 96.
[19] Fransiskus, Ensiklik tentang Persaudaraan dan Persahabatan Sosial Fratelli Tutti (3 Oktober 2020), no. 1.